EFEKTIVITAS RELAKSASI PROGRESIF UNTUK MENGURANGI STRES PADA PENDERITA PURPURA HENOCH SCONLEIN (PHS) KRONIS
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Indonesia
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Indonesia
Abstract
Penyakit Purpura Henoch-schönlein (PHS) adalah penyakit peradangan pada pembuluh darah kecil sistemik berupa purpura (bintik keunguan), akibat perembesan darah dikulit, dimana dalam hitungan hari bintik keunguan yang menyerupai luka bakar ini menyebar tidak beraturan keseluruh tubuh disertai pembengkak pada pergelangan kaki, pinggul, lutut, tangan dan sikut. Kondisi ini mengakibatkan kecemasan yang memunculkan stres dikarenakan terjadinya perubahan pada citra tubuh penderitanya, sehingga dibutuhkan suatu terapi untuk menurunkan stres. Pada penelitian ini relaksasi progresif dipilih untuk mengurangi stres penderita PHS kronis. Tujuannya adalah untuk melihat gambaran stres yang terjadi pada subjek penderita PHS kronis, dan melihat seberapa efektif releksasi progresif dapat digunakan dalam mengurangi stres penderita PHS kronis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus kuasi eksperimen subjek tunggal dengan mengunakan desain A-B-A. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang wanita, sudah menikah, berusia 35 tahun, bekerja dan memiliki seorang anak. Analisa data dilakukan dengan melihat perbandingan grafik sebelum dan sesudah dilakukannya terapi, dan didapatkan hasil bahwa subjek dalam penelitian ini mengalami stres yang tinggi disebabkan penyakit HSP kronis yang dideritanya, dan setelah pemberian terapi berupa relaksasi progresif dilakukan maka diketahui bahwa relaksasi progresif cukup efektif dalam menurunkan stres pada penderita HSP kronis.
Keywords
References
Agoes, A., Kusnadi, & Candra S., (2003). Terori dan manajemen stres (kontemporer dan Islam). Malang: Taroda.
Chaudhuri, A., Ray, M., Saldanha, D., & Sarkar, S. A. (2015). Effects of progressive muscle relaxation on postmenopausal stress. Journal of the Scientific Society, 42(2), 62-67.
Chao, S.-F. (2014). Functional disability and depressive symptoms: longitudinal effects of activity restriction, perceived stress, and social support. Aging & Mental Health, 18(6), 767-776.
Flink, I. L., Boersma, K., & Linton, S. J. (2013). Pain catastrophizing as repetitive negative thinking: A development of the conceptualization. Cognitive Behaviour Therapy, 42(3), 215-223.
Handoyo, S. (2001). Stres pada masyarakat surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi, 3(12), 61-74.
Ilmi, Z. M., Dewi, E. I., & Rasni, H., (2017). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres narapidana wanita di lapas kelas IIA Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(3), 497-504.
Kertz, S. J., Stevens, K. T., & Klein, K. P. (2016). The association between attention control, anxiety, and depression: the indirect effects of repetitive negative thinking and mood recovery. Anxiety, Stress, & Coping, 30(4), 456-468.
Lancee, J., Eisma, M. C., van Zanten, K. B., & Topper, M. (2015). When thinking impairs sleep: trait, daytime and nighttime repetitive thinking in insomnia. Behavioral Sleep Medicine, 15(1), 53–69.
Ledermann, T., Bodenmann, G., Rudaz, M., & Bradbury, T. N. (2010). Stress, communication, and marital quality in couples. Family Relations, 59(2), 195-206.
Maghfirah, S., Sudiana, I. K., & Widyawati, I. Y., (2015). Relaksasi otot progresif terhadap stres psikologis dan perilaku perawatan diri pasien diabetes mellitus tipe 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2), 137-146.
McEvoy, P. M., Moulds, M. L., & Mahoney, A. E. J. (2014). Repetitive negative thinking in anticipation of a stressor. Behavior Change, 31(1), 18-33.
Mendelson, M. B., Catano, V. M., & Kelloway, K. (2000). The role of stress and social support in Sick Building Syndrome. Work & Stress, 14(2), 137-155.
National Safety Council. (2004). Manajemen stres. Jakarta: Penerbit buku kedokteran.
Onan, N., Barlas, G. U., Karaca, S., Yildirim, N. K., Taskiran, O., & Sumeli, F. (2015). The relation between perceived stress, communication skills and psychological symptomps in oncology nurses. Journal of Marmara University Institute of Health Sciences, 5(3), 17-177.
Palupi, R. D., & Munasir, Z., (2010). Kortikosteroid sebagai profilaksis nefritis pada Purpura Henoch-Schonlein. Sari Pediatri, 11(6), 409-414.
Pudjiadi, M. T. S., & Tambunan, T. (2009). Nefritis Purpura Henoch Schonlein. Sari Pediatri, 11(2), 102-107.
Scheufele, P. M. (2000). Effects of progressive relaxation and classical music on measurements of attention, relaxation, and stress responses. Journal of Behavioral Medicine, 23(2), 207-228.
Soewondo S., & Murad J. (2005). Terapi kognitif hehavioral (CBT). Universitas Indonesia: Fakultas Psikologi.
Soewondo, S. (2012). Panduan dan instruksi latihan relaksasi progresif.. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.
Sofiana, L. I., Elita, V., & Utomo, V. (2012). Hubungan antara stres dengan konsep diri pada penderita diabetes melitus tipe 2. Jurnal Ners Indonesia, 2(2), 167-176.
Suyono, Triyono, & Handarini, D. M. (2016). Keefektifan teknik relaksasi untuk menurunkan stres akademik siswa SMA. Jurnal Pendidikan Humaniora, 4(2), 115-120.
Umar, R., Rottie, J. V., & Lolong, J., (2017). Hubungan stres dengan citra tubuh pada penderita diabetes melitus tipe II di rumah sakit pancaran kasih GMIM Manado 2016. Journal Keperawatan, 5(1), 1-6.
Varvolgi, L., & Darviri, C. (2011). Stress management techniques: Evidence-based procedures that reduce stress and promote health. Health and Science Journal, 5(2), 74-89.
Veehof, M. M., Trompetter, H. R., Bohlmeijer, E. T., & Schreurs, K. M. G. (2016). Acceptance- and mindfulness-based interventions for the treatment of chronic pain: A meta-analytic review. Cognitive Behaviour Therapy, 45(1), 5–31.
Wolpe, J. (1973). The practice of behavior therapy, second edition. New York : Pergamon Press inc.