ILMU JIWA MENURUT KI AGENG SURYOMENTARAM: KAJIAN FILOSOFIS-PRAKSIS
Abstract
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam perspektif filosofis- praksis. Seluruh data
selain ditelusuri melalui bahan bacaan seperti buku dan jurnal ilmiah filsafat maupun
psikologi, juga berdasarkan wawancara dengan nara sumber terutama dengan dr. Grangsang
Suryomentaram, SKM (salah seorang putera Ki Ageng Suryomentaram). Ki Ageng
Suryomentaram (1892- 1962) adalah seorang praksisi moral yang konsisten. Ia berjuang
dalam memerdekakan Indonesia dan turut mendirikan Taman Siswa bersama Ki Hajar
Dewantara (1922). Ilmu Jiwa menurut Ki Ageng Suryomentaram merupakan salah satu
pemikiran epistemologis Ki Ageng Suryomentaram tentang bagaimana mengusahakan agar
orang bisa menjadi “Aku bukan Kramadangsa” yaitu Aku yang otonom, berkesadaran penuh,
dapat mengendalikan emosi serta dapat memilih apa yang baik bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain/ liyan/ The Other. ‘Aku bukan Kramadangsa’ berarti Aku yang telah mencapai
jiwa abadi karena ia telah dapat mengalahkan pergumulan pribadinya sendiri melawan
Kramadangsa/ pengetahuan- pengetahuan tak berguna dan yang seringkali mengintervensi
diri sendiri.
Abstract
This is a qualitative research in the perspective of praxis philosophy. All data were taken from
reading texts, books, scientific journals on philosophy and psychology, and the interviews
with many resource persons, one of whom is dr. Grangsang Suryomentaram, SKM (one of the
children of Ki Ageng Suryomentaram’s). Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962), a consistent
moral praxis, struggled for the Indonesian independence and actively established Taman
Siswa Institute in cooperation with Ki Hajar Dewantara (1920). Ki Ageng Suryomentaram
defined psychology as an epistemological thought of Ki Ageng Suryomentaram on how people
become “Aku bukan Kramadangsa”, meaning that I am an autonomous person, fully
conscious, can control my emotion and can select good deeds for myself and for “the other”.
“Aku bukan Kramadangsa” means that I have achieved the eternal soul because I have
controlled my own struggling against Kramadangsa - useless knowledge and the knowledge
which interferes our own self.
selain ditelusuri melalui bahan bacaan seperti buku dan jurnal ilmiah filsafat maupun
psikologi, juga berdasarkan wawancara dengan nara sumber terutama dengan dr. Grangsang
Suryomentaram, SKM (salah seorang putera Ki Ageng Suryomentaram). Ki Ageng
Suryomentaram (1892- 1962) adalah seorang praksisi moral yang konsisten. Ia berjuang
dalam memerdekakan Indonesia dan turut mendirikan Taman Siswa bersama Ki Hajar
Dewantara (1922). Ilmu Jiwa menurut Ki Ageng Suryomentaram merupakan salah satu
pemikiran epistemologis Ki Ageng Suryomentaram tentang bagaimana mengusahakan agar
orang bisa menjadi “Aku bukan Kramadangsa” yaitu Aku yang otonom, berkesadaran penuh,
dapat mengendalikan emosi serta dapat memilih apa yang baik bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain/ liyan/ The Other. ‘Aku bukan Kramadangsa’ berarti Aku yang telah mencapai
jiwa abadi karena ia telah dapat mengalahkan pergumulan pribadinya sendiri melawan
Kramadangsa/ pengetahuan- pengetahuan tak berguna dan yang seringkali mengintervensi
diri sendiri.
Abstract
This is a qualitative research in the perspective of praxis philosophy. All data were taken from
reading texts, books, scientific journals on philosophy and psychology, and the interviews
with many resource persons, one of whom is dr. Grangsang Suryomentaram, SKM (one of the
children of Ki Ageng Suryomentaram’s). Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962), a consistent
moral praxis, struggled for the Indonesian independence and actively established Taman
Siswa Institute in cooperation with Ki Hajar Dewantara (1920). Ki Ageng Suryomentaram
defined psychology as an epistemological thought of Ki Ageng Suryomentaram on how people
become “Aku bukan Kramadangsa”, meaning that I am an autonomous person, fully
conscious, can control my emotion and can select good deeds for myself and for “the other”.
“Aku bukan Kramadangsa” means that I have achieved the eternal soul because I have
controlled my own struggling against Kramadangsa - useless knowledge and the knowledge
which interferes our own self.